tag:blogger.com,1999:blog-36745425017297055172024-02-20T14:15:27.478-08:00JURNALKALO BERANI JANGAN TAKUT-TAKUT
KALO TAKUT JANGAN BERANI-BERANI
NGLURUK TANPO BOLO, SAKTI TANPO JIMAT, MENANG TANPO NGASORAKE
OJO DUMEH LAN GUMUNANJURNALhttp://www.blogger.com/profile/04712079167825155690noreply@blogger.comBlogger3125tag:blogger.com,1999:blog-3674542501729705517.post-44467374124681249872011-05-10T18:01:00.000-07:002011-05-10T18:01:36.350-07:00PENGARUH PERSEPSI KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP KEINGINANPENGARUH PERSEPSI KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP KEINGINAN<br />
PEMBELI<br />
Aug 11th, 2007 by admin<br />
Retail industries are challenged to continually improving their services in<br />
order to cope with consusmers’ higher demands. Theoritically, consumers’<br />
purchase intention could be increased bu providing service quality and customer<br />
satisfaction. This article discusses how Yogyakartans’ students perception on<br />
Yogyakarta based-Gramedia Bookstore services andhow the students’ satisfaction<br />
influence the students’ purchasing intention. A questionnaire developed by<br />
Setywan and Ihwan (2004) to analyze purchasing intention in retail companies in<br />
Surabaya is used to collect data. A number of 102 samples was selected<br />
purposivelyaccording their experience in buying books from the Gramedia and<br />
filled lout the questionnaire. Results show that service quality and custamer<br />
saisfaction, both simulataneously and individually, significantly influence<br />
purchasing intention.<br />
Keywords: purchase intention, satisfaction, service quality perception<br />
<br />
Perkembangan industri retail yang sangat cepat menuntut produsen menyiapkan<br />
saluran distribusi yang efektif. Sebagian besar produsen tidak langsung menjual<br />
barang mereka kepada pemakai akhir. Di antara produsen dan pemakai terdapat<br />
saluran pemasaran, sekumpulan perantara pemasaran yang melakukan berbagai fungsi<br />
dan menyandang berbagai nama (Kotler, 2000). Ada berbagai level saluran yang<br />
menghubungkan produsen dengan pelanggan akhir. Saluran terakhir yang<br />
menghubungkan produsen dengan pelanggan akhir adalah pengecer (retailer).<br />
Menurut Kotler (2000) usaha eceran meliputi semua kegiatan yang terlibat dalam<br />
penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk<br />
penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Pengecer<br />
Toni Wijaya dan Lita Irawati adalah mahasiswa pada Pascasarjana Universitas Atma<br />
Jaya Yogyakarta<br />
adalah usaha bisnis yang volume penjualannya terutama berasal dari penjualan<br />
eceran. Organisasi apa pun yang menjual kepada konsumen akhir baik itu produsen,<br />
grosir, atau pengecer dikatakan melakukan usaha eceran.<br />
Menurut Berman dan Evans dalam Setywan (2004) ada beberapa hal yang membuat<br />
industri retail penting untuk dipelajari yaitu; pertama, implikasi retailing<br />
dalam perekonomian global. Penjualan retailing dan daya serap tenaga kerjanya<br />
menjadi kunci perekonomian global. Kedua, fungsi retail dalam rantai distribusi.<br />
Dalam rantai distribusi, retail berfungsi menjadi penghubung antara final<br />
consumer, dengan manufacturer dan wholesaler. Ketiga, hubungan antara pengecer<br />
dengan pelanggan. Cara pandang yang berbeda antara retailer dan supplier perlu<br />
diatasi. Masalah yang perlu diatasi adalah kontrol terhadap retail, alokasi<br />
profit, jumlah retail pesaing, lokasi, display dan masalah promosi.<br />
Organisasi retail sangat beragam dari yang nyata hingga di dunia maya (virtual).<br />
Ada beberapa jenis organisasi retail (kotler,2000) yaitu: swalayan; toko khusus,<br />
toko serba ada, pasar swalayan, toko kenyamanan (convinience) dan pengecer<br />
potongan harga, swapilih, pelayanan terbatas, pelayanan penuh. Industri retail<br />
saat ini berusaha menemukan strategi pemasaran baru guna menarik dan<br />
mempertahankan pelangggan dengan menawarkan lokasi yang dekat, jenis produk yang<br />
unik, dan pelayanan yang baik. Seperti halnya semua pemasar, retail harus<br />
menyiapkan rencana pemasaran yang meliputi keputusan mengenai pasar sasaran,<br />
ragam dan pengolahan produk, pelayanan produk dan suasana toko.<br />
Retail merupakan salah satu jenis saluran industri jasa yang berbeda dengan<br />
jenis industri manufaktur, hal ini menyebabkan kesukaran dalam mengukur kinerja<br />
industri retail. Alat pengukuran kinerja jasa dikembangkan oleh Parasuraman<br />
(1988) untuk mengukur kepuasan konsumen perusahaan jasa yaitu SERVQUAL (service<br />
quality).<br />
Pemberian atau pelayanan jasa oleh perusahaan retail mungkin dapat mengalami<br />
kegagalan dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan apabila perusahaan tidak<br />
mengetahui bentuk layanan yang sebenarnya diinginkan pelanggan. Persepsi<br />
pelanggan terhadap kualitas pelayanan suatu toko eceran mungkin akan memberikan<br />
kepuasan kepada pelanggan yang kemudian menciptakan minat bagi pelanggan untuk<br />
melakukan pembelian di toko eceran tersebut (Setyawan dan Ihwan, 2004).<br />
Penelitian mengenai service quality perception dan purchase intention pada<br />
industri komunikasi, transportasi, kesehatan dan hiburan pernah dilakukan Taylor<br />
dan Baker (1994). Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Setyawan dan Ihwan<br />
(2004) yang mereplikasi penelitian Taylor dan Baker pada perusahaan retail.<br />
Penelitian ini menguji pengaruh service quality perception dengan satisfaction<br />
sebagai variabel antara (moderating variable) namun hasil penelitian menunjukkan<br />
bahwa variabel service quality perception dan variabel satisfaction merupakan<br />
variabel bebas (independent variable). Penulis melakukan replikasi dari<br />
penelitian terdahulu dengan menetapkan variabel service quality perception dan<br />
variabel satisfaction sebagai variabel yang independen sesuai hasil penelitian<br />
Setyawan dan Ihwan (2004). Replikasi penelitian dilakukan untuk menguji hasil<br />
penelitian Setyawan dan Ihwan (2004) dengan mengambil responden mahasiswa. Hal<br />
ini didasari bahwa mahasiswa dalam memenuhi kebutuhan studinya akan melakukan<br />
pembelian eceran khususnya perlengkapan tulis seperti buku tulis dan buku acuan<br />
studi. Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah ada pengaruh service<br />
quality perception dan satisfaction terhadap purchase intention baik secara<br />
simultan maupun parsial.<br />
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dirumuskan dalam penelitian<br />
ini adalah:<br />
1. apakah service quality perception dan satisfaction berpengaruh terhadap<br />
purchase intention secara simultan<br />
2. apakah service quality perception dan satisfaction berpengaruh terhadap<br />
purchase intention secara parsial<br />
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji pengaruh service quality<br />
perception dan satisfaction terhadap purchase intention secara simultan dan<br />
parsial. Variabel service quality perception dan satisfaction diekspektasikan<br />
secara bersama-sama maupun secara parsial mempengaruhi variabel purchase<br />
intention.<br />
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan riset pemasaran terutama<br />
bagi pengecer dalam mengembangkan jenis layanan retail yang sesuai kebutuhan<br />
konsumen yang mana service quality perception dan satisfaction dari pelanggan<br />
berperan dalam menstimulan intensitas pembelian. Penelitian ini juga bermanfaat<br />
sebagai konfirmasi dari penelitian terdahulu.<br />
TINJAUAN KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS<br />
Service Quality pada Usaha Retail<br />
Menurut Kotler (2000) usaha eceran meliputi semua kegiatan yang terlibat dalam<br />
penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk<br />
penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Penelitian mengenai service quality dan<br />
purchase intention sudah banyak dilakukan antara lain Rusk dan Zahorik (1993),<br />
Taylor & baker (1994) dan Olsen (2002) sedangkan di Indonesia dilakukan oleh<br />
Setyawan dan Ihwan (2004). Quality dalam penelitian ini memiliki pengertian<br />
berdasarkan konsep perceived quality. Perceived quality adalah penilaian<br />
konsumen akan entitas kesempurnaan atau superioritas. Parasuraman (1985) dalam<br />
Chang (2002) mendefinisikan service quality sebagai sebuah perbandingan dari<br />
harapan pelanggan dengan persepsi dari layanan nyata (actual performance) yang<br />
mereka terima. Service quality perception juga didefinisikan sebagai persepsi<br />
konsumen secara keseluruhan baik keunggulan dan kelemahan dari organisasi dan<br />
pelayanannya (Taylor dan Baker dalam Setyawan dan Ihwan, 2004).<br />
Konsep service quality yang dikemukakan Parasuraman (1988) dalam Setyawan dan<br />
Ihwan (2004) terdiri dari lima dimensi yaitu tangibles, reliability,<br />
responsiveness, assurance dan emphaty. Namun konsep ini mengalami perubahan<br />
seiring dengan kritik yang dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain, Brown,<br />
Churchill dan Peter (1993) yang mengemukakan bahwa konsep ini mengalami masalah<br />
dalam perbedaan penilaian. Mereka menyarankan agar menggunakan alat pengukuran<br />
psikometrik. Penelitian yang dilakukan Carman (1990) justru menemukan adanya 5<br />
sampai dengan 9 dimensi dari service quality dengan factor analysis. Dabholkar,<br />
Thorpe dan Rentz (1996) mengemukakan bahwa dimensi Servqual lebih relevan untuk<br />
penelitian dengan setting perusahaan retail.<br />
Konsep Kepuasan Pelanggan<br />
Kotler menyatakan bahwa kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah<br />
membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya,<br />
sedangkan Wilkie mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai suatu tanggapan<br />
emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa<br />
(Tjiptono, 1997).<br />
Kepuasan merupakan tingkat perasaan konsumen yang diperoleh setelah konsumen<br />
melakukan/menikmati sesuatu. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kepuasan<br />
konsumen merupakan perbedaan antara yang diharapkan konsumen (nilai harapan)<br />
dengan situasi yang diberikan perusahaan (perguruan tinggi) di dalam usaha<br />
memenuhi harapan konsumen.<br />
Soelasih (2004:86) mengemukakan bahwa:<br />
1. nilai harapan = nilai persepsi maka konsumen puas<br />
2. nilai harapan < nilai persepsi maka konsumen sangat puas<br />
3. nilai harapan > nilai persepsi maka konsumen tidak puas<br />
nilai harapan dibentuk melalui pengalaman masa lalu, komentar atau saran dari<br />
mahasiswa dan informasi dari pesaing. Adapun nilai persepsi adalah kemampuan<br />
perusahaan (perguruan tinggi) di dalam melayani mahasiswa dalam upaya memuaskan<br />
konsumen (mahasiswa).<br />
Menurut Engel dkk (1995) kepuasan didefinisikan disini sebagai evaluasi<br />
pascakonsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau<br />
melebihi harapan. Ketidakpuasan tentu saja didefinisikan sebagai hasil dari<br />
harapan yang diteguhkan secara negatif. Ada tiga harapan mengenai suatu produk<br />
atau jasa yang diidentifikasi oleh beberapa peneliti yaitu:<br />
1. kinerja yang wajar<br />
2. kinerja yang ideal<br />
3. kinerja yang diharapkan<br />
kinerja yang diharapkan adalah yang paling sering digunakan dalam penelitian<br />
karena logis dalam proses evaluasi alternatif yang dibahas (Engel, 1995).<br />
Ketidakpuasan/keluhan konsumen terhadap suatu jasa pelayanan karena tidak sesuai<br />
dengan yang diharapkan dapat berdampak negatif terhadap keberhasilan jasa<br />
pelayanan tersebut. Menurut Folks dalam Engel (1995), stabilitas dan fokus<br />
kegagalan produk mempengaruhi harapan yang berhubungan dengan kegagalan masa<br />
mendatang. Singh dalam Engel (1995) mengemukakan tiga kategori ketidakpuasan<br />
konsumen yaitu:<br />
1. respons suara<br />
2. respons pribadi<br />
3. respons pihak ketiga.<br />
Perusahaan banyak menggunakan berbagai cara untuk mempertahankan konsumen salah<br />
satunya adalah memastikan kualitas produk dan jasa memenuhi harapan konsumen.<br />
Pemenuhan harapan akan menciptakan kepuasan bagi konsumen.<br />
Konsumen yang terpuaskan akan menjadi pelanggan, mereka akan (Kotler, 1996) :<br />
1. melakukan pembelian ulang<br />
2. mengatakan hal-hal yang baik tentang perusahaan kepada orang lain<br />
3. kurang memperhatikan merek ataupun iklan produk pesaing<br />
4. membeli produk yang lain dari perusahaan yang sama<br />
Setiap perusahaan atau organisasi yang menggunakan strategi kepuasan konsumen<br />
akan menyebabkan para pesaingnya berusaha keras merebut atau mempertahankan<br />
konsumen suatu perusahaan. Kepuasan konsumen merupakan strategi jangka panjang<br />
yang membutuhkan konsumen baik dari segi dana maupun sumber daya manusia<br />
(Schnaars, 1991). Beberapa strategi yang dipadukan untuk meraih dan meningkatkan<br />
kepuasan konsumen adalah:<br />
1. Relationship Marketing (Mc Kenna, 1991) yaitu strategi dimana transaksi<br />
pertukaran antara pembeli dan penjual berkelanjutan, tidak berakhir setelah<br />
penjualan selesai. Dengan demikian terjalin suatu kemitraan dengan pelanggan<br />
secara terus menerus, yang pada akhirnya menimbulkan kesetiaan (loyalitas)<br />
konsumen sehingga terjalin bisnis ulang. Relationship marketing berdasarkan<br />
pada:<br />
a. fokus customer retention<br />
b. orientasi manfaat produk<br />
c. orientasi jangka panjang<br />
d. layanan pelanggan yang sangat diperhatikan dan ditekankan<br />
e. komitmen terhadap konsumen sangat tinggi<br />
f. kontak dengan pelanggan sangat tinggi<br />
g. kualitas yang merupakan perhatian semua orang<br />
2. Strategi Superior Customer Service (Schnaars, 1991)<br />
Strategi ini menawarkan pelayanan yang lebih baik daripada pesaing. Perusahaan<br />
atau organisasi yang menggunakan strategi ini harus memiliki dana yang cukup<br />
besar dan kemampuan SDM yang unggul, serta memiliki usaha yang gigih agar<br />
tercipta suatu pelayanan yang superior. Maka tidak jarang perusahaan atau<br />
organisasi yang menawarkan customer service yang lebih baik akan membebankan<br />
harga yang lebih tinggi pada produk atau jasa yang dihasilkannya. Biasanya<br />
perusahaan tersebut akan memperoleh manfaat yang cukup besar dari pelayanan yang<br />
baik yang mereka berikan yaitu berupa tingkat pertumbuhan yang cepat dan<br />
besarnya laba yang diperoleh.<br />
3. Strategi unconditional guarantees (Hart, 1988) atau extra ordinary guarantees<br />
<br />
Strategi ini berintikan komitmen untuk memberikan kepuasan konsumen yang<br />
akhirnya akan menjadikan sumber dinamisme penyempurnaan mutu produk atau jasa<br />
dan kinerja perusahaan. Disamping itu motivasi karyawan juga akan mengalami<br />
peningkatan dalam mencapai tingkat kinerja yang lebih baik dari sebelumnya.<br />
Fungsi utama garansi adalah untuk mengurangi resiko konsumen sebelum maupun<br />
sesudah pembelian barang atau jasa sekaligus memaksa perusahaan yang<br />
bersangkutan untuk memberikan yang terbaik dalam meraih loyalitas konsumen.<br />
4. Strategi penanganan keluhan yang efisien (Schnaars, 1991)<br />
Penanganan keluhan memberikan peluang bagi perusahaan untuk mengubah konsumen<br />
yang tidak puas (unsatisfied customer) menjadi konsumen yang puas (satisfied<br />
customer) terhadap produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan. Dalam strategi<br />
ini sumber masalah yang ditemukan harus diatasi, ditindaklanjuti, dan diupayakan<br />
agar di masa yang akan datang tidak timbul masalah yang sama yang dihadapi oleh<br />
konsumen. Kecepatan dan ketepatan penanganan merupakan hal yang krusial.<br />
Ketidakpuasan konsumen akan semakin besar jika keluhan tersebut tidak ditanggapi<br />
oleh perusahaan, karena hal ini akan menimbulkan kekecewaan yang dialami<br />
konsumen. Para karyawan perusahaan perlu dilatih dan diberdayakan untuk<br />
mengambil keputusan dalam rangka menangani situasi seperti itu. Empat aspek<br />
penting dalam penanganan keluhan yaitu empati terhadap yang marah, kecepatan<br />
dalam penanganan keluhan, kewajaran dan kemudahan bagi konsumen untuk<br />
menghubungi perusahaan.<br />
5. Strategi peningkatan kinerja perusahaan<br />
Suatu strategi meliputi berbagai upaya seperti melakukan pemantauan dan<br />
pengukuran kepuasan konsumen secara berkesinambungan, memberikan pendidikan dan<br />
pelatihan yang mencakup komunikasi dan public relation terhadap pihak manajemen<br />
dan karyawan, memasukkan unsur kemampuan untuk memuaskan konsumen yang<br />
penilaiannya bias didasarkan pada survei konsumen, dalam sistem penilaian<br />
prestasi karyawan dan memberikan enpowerment yang lebih besar kepada karyawan<br />
dalam melaksanakan tugasnya.<br />
6. Penerapan quality function deployment (QFD)<br />
Merupakan praktek dalam merancang suatu proses sebagai tanggapan terhadap<br />
kebutuhan konsumen. Konsep ini menerjemahkan apa yang dibutuhkan konsumen<br />
menjadi apa yang dihasilkan perusahaan. Hal ini dilaksanakan dengan melibatkan<br />
konsumen dalam proses pengembangan produk/jasa sedini mungkin dengan demikian<br />
memungkinkan perusahaan untuk memprioritaskan kebutuhan konsumen serta<br />
memperbaiki proses hingga tercapai efektivitas maksimum.<br />
Kepuasan merupakan tingkat perasaan konsumen yang diperoleh setelah konsumen<br />
melakukan/menikmati sesuatu. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kepuasan<br />
konsumen merupakan perbedaan antara yang diharapkan konsumen (nilai harapan)<br />
dengan situasi yang diberikan perusahaan (perguruan tinggi) di dalam usaha<br />
memenuhi harapan konsumen.<br />
Teori kepuasan menyatakan bahwa bila konsumen puas terhadap produk atau jasa<br />
maka akan memberikan rekomendasi pada orang lain dan merasa bangga akan produk<br />
atau jasa tersebut (Soelasih, 2004). Norrie (1991) mengemukakan bahwa terdapat<br />
hubungan yang signifikan antara behavioral loyalty dan rekomendasi, apabila<br />
loyalty tinggi maka rekomendasinya berwujud active word of mouth (spontaneous<br />
expression of positive experiences) namun jika loyalty rendah dari konsumen maka<br />
rekomendasinya berwujud passive word of mouth. Konsumen yang terpuaskan akan<br />
menjadi pelanggan yang mengatakan hal-hal yang baik tentang perusahaan kepada<br />
orang lain dan loyal terhadap perusahaan (Kotler, 2000).<br />
Konsep Purchase Intention<br />
Purchase Intention merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap objek.<br />
Purchase Intention juga merupakan minat pembelian ulang yang menunjukkan<br />
keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang (Assael, 1998). Beberapa<br />
pengertian dari intention (Setyawan dan Ihwan, 2004) adalah sebagai berikut:<br />
1. Intention dianggap sebagai sebuah ‘perangkap’ atau perantara antara<br />
faktor-faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku.<br />
2. Intention juga mengindikasikan seberapa jauh seorang mempunyai kemauan untuk<br />
mencoba.<br />
3. Intention menunjukkan pengukuran kehendak seseorang.<br />
4. Intention berhubungan dengan perilaku yang terus menerus.<br />
Assael (1998) mengemukakan bahwa pemasar akan selalu menguji elemen-elemen dari<br />
bauran pemasaran yang mungkin mempengaruhi purchase intention.<br />
Penelitian Woodside dalam Setyawan dan Ihwan (2004) menyatakan bahwa pelanggan<br />
menilai sikap dari pemberi jasa sebagai ekspektasi awal mengenai performance<br />
toko dan sikap ini mempengaruhi minat pembelian pada sebuah toko. Perubahan<br />
sikap menjadi input yang menentukan minat pembelian pelanggan. Namun hasil<br />
penelitian Setyawan dan Ihwan (2004) menemukan bahwa service quality perception<br />
dan satisfaction merupakan variabel independen. Variabel service quality<br />
perception tidak berpengaruh terhadap purchase intention. Sehingga hasil ini<br />
tidak mendukung penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan model hasil<br />
penelitian Setyawan dan Ihwan (2004) dengan objek penelitian pada toko buku<br />
Gramedia.<br />
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:<br />
H1: service quality perception dan satisfaction berpengaruh secara simultan<br />
terhadap purchase intention.<br />
H2: service quality perception dan satisfaction berpengaruh secara parsial<br />
terhadap purchase intention.<br />
METODOLOGI PENELITIAN<br />
Populasi dan Sampel Penelitian<br />
Populasi penelitian ini menggunakan setting mahasiswa dengan dasar bahwa di<br />
Yogyakarta terdapat banyak mahasiswa yang melakukan pembelian retail khususnya<br />
perlengkapan seperti buku-buku untuk keperluan studinya. Pemilihan toko buku<br />
Gramedia Yogyakarta sebagai setting perusahaan retail dengan dasar bahwa toko<br />
buku Gramedia Yogyakarta merupakan salah satu retail yang melayani keperluan<br />
pelajar dan mahasiswa. Hal ini konsisten dengan subjek penelitian. Populasi<br />
dalam penelitian ini tidak dapat diketahui jumlahnya karena setiap orang dapat<br />
menjadi konsumen toko buku Gramedia Yogyakarta. Metode pengambilan sampel dalam<br />
penelitian ini adalah metode non probability dengan purposive sampling dengan<br />
kriteria konsumen (mahasiswa) yang pernah melakukan pembelian di toko buku<br />
Gramedia. Sampel yang berhasil dikumpulkan sejumlah 102 orang mahasiswa.<br />
Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan menggunakan kuesioner<br />
mengenai service quality perception, satisfaction dan purchase intention. Data<br />
primer diperoleh dengan memberikan kuesioner secara langsung pada sampel<br />
penelitian. Alat penelitian ini diadopsi dari penelitian terdahulu yang<br />
dilakukan oleh Setyawan dan Ihwan (2004). Kuesioner terdiri dari 4 item dengan<br />
skala Likert (Likert scale)yang menggambarkan persepsi konsumen mulai dari<br />
sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju dengan skor 1 sampai 4. Ada tiga<br />
variabel yang diukur dalam penelitian ini yaitu service quality perception,<br />
satisfaction dan purchase intention. Instrumen pengukuran terdiri dari 8 item<br />
pertanyaan yang mewakili service quality perception, satisfaction dan purchase<br />
intention. Variabel service quality perception terdiri dari 2 item pertanyaan,<br />
variabel satisfaction terdiri dari 3 item pertanyaan dan purchase intention<br />
terdiri dari 3 item pertanyaan. Variabel service quality perception diukur<br />
dengan menggunakan empat skala untuk memberikan penilaian persepsi pelanggan<br />
terhadap kualitas pelayanan yang diberikan toko buku Gramedia. Variabel<br />
satisfaction diukur dengan empat skala yang menggambarkan kepuasan pelanggan<br />
setelah melakukan pembelian di toko buku Gramedia. Demikian juga variabel<br />
purchase intention yang mengukur ekspektasi pelanggan untuk melakukan pembelian<br />
ulang di toko tersebut untuk waktu yang akan datang. Penggunaan empat skala<br />
didasarkan pada kebijaksanaan untuk menghindari ekstreme bias dimana dari<br />
pendapat seorang ahli psikolog yang menyat akan bahwa orang asia terutama<br />
Indonesia cenderung memberikan pendapat yang netral (tengah). Sehingga hal ini<br />
dapat menyebabkan kesukaran dalam pengukuran variabel.<br />
Dalam penelitian ini yang dimaksud service quality perception adalah persepsi<br />
konsumen secara keseluruhan baik keunggulan dan kelemahan dari organisasi dan<br />
pelayanannya (Taylor dan Baker dalam Setyawan dan Ihwan, 2004).<br />
Satisfaction yang dimaksud adalah Evaluasi spesifik terhadap keseluruhan<br />
pelayanan yang diberikan, dimana pengukuran atau respon pelangggan dilakukan<br />
secara langsung atas pelayanan yang telah diberikan pemberi jasa (Zeithaml dan<br />
Bitner dalam Setyawan dan Ihwan, 2004).<br />
Purchase Intention merupakan minat pembelian ulang yang menunjukkan keinginan<br />
pelanggan untuk melakukan pembelian ulang (Assael, 1998).<br />
Di dalam analisis data penelitian digunakan metode statistika. Seluruh<br />
perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan bantuan program statistik<br />
SPSS versi 11. Alat analisis yang digunakan adalah Regresi (Regression). Sebelum<br />
dianalisis menggunakan Regresi, data terlebih dahulu dianalisis menggunakan<br />
korelasi antar variabel dengan korelasi Product moment person. Analisis<br />
Bivariate Correlation (Korelasi Product-Moment Person) atau korelasi sederhana<br />
yang sering disebut sebagai korelasi product-moment person, bermanfaat untuk<br />
menghasilkan matrik korelasi pasangan antara 2 variabel. Derajat keeratan<br />
hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya, biasa disebut dengan<br />
koefisien korelasi yang ditandai dengan ‘r’. Tingkat keeratan hubungan<br />
(koefisien korelasi) bergerak dari 0 sampai 1. Jika r mendekati 1 (misalnya<br />
0,95) ini dapat dikatakan bahwa memiliki hubungan yang sangat erat. Sebaliknya,<br />
jika mendekati 0 (misalnya 0,10) dapat dikatakan mempunyai hubungan yang sangat<br />
rendah. Koefisien korelasi mempunyai harga –1 hingga +1. Harga –1 menunjukkan<br />
adanya hubungan yang sempurna bersifat terbalik antara kedua variabel. Sedangkan<br />
hubungan +1 menunjukkan adanya hubungan sempurna yang positif (Alhusin,<br />
2003:149). Sedangkan koefisien Regresi bertujuan untuk memastikan apakah<br />
variabel independen yang terdapat dalam persamaan regresi tersebut secara<br />
individu berpengaruh terhadap nilai variabel dependen. Besarnya koefisien<br />
determinasi dari 0 sampai dengan 1 (Algifari, 1997). Kuesioner yang berhasil<br />
dikumpulkan berjumlah 102 (92%) dari 110 kuesioner yang diedarkan.<br />
Data primer yang terkumpul diseleksi kemudian diuji validitas dengan Factor<br />
Analysis. Menurut Sekaran (2003) validitas menunjukkan ketepatan dan kecermatan<br />
alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.<br />
Menurut Chia (1995), instrumen dikatakan valid apabila factor loading berada<br />
pada kisaran 0,4 ke atas. Berdasarkan hasil statistik analisis faktor yang<br />
disajikan pada Tabel 1. analisis validitas menunjukkan bahwa semua item valid<br />
dengan nilai extraction lebih besar dari 0.4.<br />
Untuk pengujian reliabilitas menggunakan cronbach alpha untuk menunjukkan sejauh<br />
mana suatu alat dapat dipercaya untuk mengukur suatu obyek, koefisien alpha yang<br />
semakin mendekati 1 berarti butir-butir pertanyaan dalam koefisien semakin<br />
reliabel. Sebuah faktor dinyatakan reliabel jika koefisien alpha lebih besar<br />
dari 0,7 (Sekaran, 2003).<br />
Hasil uji reliabilitas data disajikan dalam Tabel 2. Berdasarkan uji<br />
reliabilitas menggunakan Cronbach Alpha, semua item yang dikumpulkan melalui<br />
instrumen penelitian adalah reliabel karena Alpha lebih besar dari 0.7 (>0.7).<br />
ANALISIS DAN PEMBAHASAN<br />
Korelasi Antar Variabel<br />
Berdasarkan matrik korelasi antar variabel, korelasi antara variabel<br />
satisfaction dengan variabel purchase intention memiliki hubungan yang sangat<br />
kuat dengan kepuasan dengan intensitas pembelian dimana makin tinggi kepuasan<br />
pelanggan makin tinggi juga purchase intention. Variabel service quality<br />
perception juga memiliki korelasi yang kuat dan positif dengan purchase<br />
intention.<br />
Analisis Pengaruh Service Quality dan Satisfaction terhadap Purchase Intention<br />
Pengaruh service quality dan satisfaction secara simultan dan parsial terhadap<br />
purchase intention dihitung menggunakan analisis regresi dengan ? = 5 %.<br />
Dengan servqual, variabel satisfaction terbukti secara simultan berpengaruh<br />
signifikan terhadap purchase intention. Nilai pengaruh Adjusted R2 = 42.3%<br />
menunjukkan variasi perubahan tingkat purchase intention dijelaskan oleh<br />
variabel Servqual dan Satisfaction sebesar 42.3%. Hal ini juga didukung oleh<br />
korelasi yang positif dan kuat antara Service quality perception dan<br />
Satisfaction dengan Purchase intention. Dalam penelitian ini variabel<br />
Satisfaction (kepuasan pelanggan atas layanan retail) dan variabel Service<br />
quality perception (persepsi terhadap kualitas layanan retail) merupakan<br />
variabel yang bersama-sama mempengaruhi Purchase intention (intensitas pembelian<br />
pelanggan), hal ini didasari pemikiran bahwa apabila konsumen puas dan memiliki<br />
persepsi yang baik atas layanan retail maka mereka akan melakukan pembelian<br />
ulang di retail tersebut. Namun hasil ini tidak konsisten dengan hasil<br />
penelitian Setyawan dan Ihwan (2004) yang menyatakan bahwa Service quality<br />
perception tidak berpengaruh terhadap purchase intention.<br />
Pengujian hipotesis 2 pada Tabel 3 dengan signifikansi probabilitas<br />
0.000<0.002<0.05 sehingga dapat diketahui bahwa H2 diterima dan Ho ditolak.<br />
Dengan demikian hasil pengujian ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa<br />
variabel Servqual dan Satisfaction secara parsial berpengaruh secara signifikan<br />
terhadap purchase intention. Hasil ini mendukung penelitian Setyawan dan Ihwan<br />
(2004) yang menyatakan bahwa variabel service quality dan variabel satisfaction<br />
merupakan variabel yang independen. Hal ini ditunjukkan oleh pengaruh Service<br />
quality dan variabel satisfaction secara parsial terhadap purchase intention,<br />
yang mana variabel service quality dan variabel satisfaction merupakan variabel<br />
terpisah namun masing-masing variabel berpengaruh secara signifikan terhadap<br />
purchase intention. Dalam setting penelitian ini tampak bahwa minat konsumen<br />
dalam melakukan pembelian muncul akibat dari persepsi terhadap kualitas<br />
pelayanan toko buku Gramedia dan kepuasan yang diperoleh dalam pembelian. Jadi<br />
perusahaan retail harus memperhatikan kedua faktor terpisah tersebut dalam<br />
meningkatkan purchase intention.<br />
KESIMPULAN DAN SARAN<br />
Berdasarkan hasil analisis statistik dan pembahasan dapat diambil kesimpulan<br />
sebagai berikut:<br />
1. Service Quality perception dan Satisfaction secara bersama-sama berpengaruh<br />
secara signifikan terhadap purchase intention.<br />
2. Service Quality perception berpengaruh secara signifikan terhadap purchase<br />
intention.<br />
3. Satisfaction berpengaruh secara signifikan terhadap purchase intention.<br />
Penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan Setyawan dan Ihwan (2004)<br />
yang menyatakan bahwa variabel Service Quality perception tidak berpengaruh<br />
terhadap purchase intention. Namun hasil ini mendukung hasil penelitian Setyawan<br />
dan Ihwan (2004) yang menyatakan bahwa variabel Service quality dan variabel<br />
satisfaction merupakan variabel yang independen. Penelitian ini mendukung hasil<br />
penelitian Taylor & Baker (1994) yang menyatakan bahwa Service Quality<br />
perception berpengaruh terhadap purchase intention.<br />
Berdasarkan hasil penelitian, penelitian ini diharapkan dapat diimplementasikan<br />
oleh organisasi retail terutama dalam meningkatkan purchase intention pelanggan<br />
dengan strategi meningkatkan kualitas layanan dan kepuasan pelanggan. Faktor<br />
kepuasan pelanggan dan persepsi atas kualitas layanan merupakan faktor yang<br />
perlu diperhatikan oleh perusahaan retail. Melalui peningkatan atas kedua faktor<br />
tersebut diharapkan dapat meningkatkan intensitas pembelian pelanggan yang<br />
membawa dampak pada peningkatan penjualan.<br />
Penelitian ini tidak lepas dari beberapa keterbatasan dan kelemahan.<br />
Keterbatasan dalam penelitian ini berupa kuesioner sebagai alat pengukur<br />
variabel penelitian, persepsi responden tergantung pada pemahaman butir<br />
pertanyaan yang tercantum dalam kuesioner sehingga kemungkinan terjadi perbedaan<br />
persepsi responden dengan pengukuran yang bersifat self reported sehingga<br />
kemungkinan terjadi liniency bias. Peneliti memberikan saran agar metode<br />
pengumpulan data selanjutnya dapat dilengkapi dengan metode lainnya seperti<br />
wawancara agar data yang dikumpulkan lebih akurat dan menghindari perbedaan<br />
persepsi responden dengan pengukuran.JURNALhttp://www.blogger.com/profile/04712079167825155690noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3674542501729705517.post-25986043599904671012011-05-10T17:56:00.000-07:002011-05-10T17:57:10.210-07:00ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT DAN PERILAKU MEMBELI KONSUMENANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT DAN PERILAKU MEMBELI KONSUMEN (STUDI KASUS PADA PT ULTRAJAYA) | Skripsi-Tesis.comSkripsi-Tesis.com<br />
Layanan Referensi Online File Skripsi Tesis Makalah (24 jam) Tentang Kami<br />
Layanan dan Harga<br />
Did You Know? You blink over 10,000,000 times a year!RSS Feeds: Posts<br />
Comments Simpan alamat Situs ini<br />
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT DAN PERILAKU MEMBELI KONSUMEN<br />
(STUDI KASUS PADA PT ULTRAJAYA)<br />
Jun 16th, 2007 by admin<br />
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHIMINAT DAN PERILAKU MEMBELI<br />
KONSUMEN(STUDI KASUS PADA PT ULTRAJAYA)<br />
1.1. Latar Belakang<br />
Perkembangan dunia usaha saat ini telah membawa para pelaku dunia usaha ke<br />
persaingan yang sangat ketat untuk memperebutkan konsumen. Berbagai pendekatan<br />
dilakukan untuk mendapatkan simpati masyarakat baik melalui peningkatan sarana<br />
dan prasarana berfasilitas teknologi tinggi maupun dengan pengembangan sumber<br />
daya manusia. Persaingan untuk memberikan yang terbaik kepada konsumen telah<br />
menempatkan konsumen sebagai pengambil keputusan. Semakin banyaknya perusahaan<br />
sejenis yang beroperasi dengan berbagai produk/jasa yang ditawarkan, membuat<br />
masyarakat dapat menentukan pilihan sesuai dengan kebutuhannya.<br />
Dewasa ini, keberhasilan pemasaran suatu perusahaan tidak hanya dinilai dari<br />
seberapa banyak konsumen yang berhasil diperoleh, namun juga bagaimana cara<br />
mempertahankan konsumen tersebut. Dalam pemasaran dikenal bahwa setelah konsumen<br />
melakukan keputusan pembelian, ada proses yang dinamakan tingkah laku pasca<br />
pembelian yang didasarkan rasa puas dan tidak puas. Rasa puas dan tidak puas<br />
konsumen terletak pada hubungan antara harapan konsumen dengan prestasi yang<br />
diterima dari produk/jasa. Bila produk/jasa tidak memenuhi harapan konsumen,<br />
konsumen merasa tidak puas, sehingga dimasa yang akan datang konsumen tidak akan<br />
melakukan pembelian ulang. Di lain pihak apabila sebuah produk/jasa melebihi<br />
harapan konsumen, konsumen akan merasa puas dan akan melakukan pembelian ulang.<br />
Perilaku konsumen merupakan suatu tindakan nyata konsumen yang dipengaruhi oleh<br />
faktor-faktor kejiwaan dan faktor luar lainnya yang mengarahkan mereka untuk<br />
memilih dan mempergunakan barang/jasa yang diinginkannya.<br />
Perilaku konsumen suatu produk dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara<br />
lain keyakinan konsumen terhadap produk yang bersangkutan, keyakinan terhadap<br />
referen serta pengalaman masa lalu konsumen. Berkaitan dengan keinginan konsumen<br />
untuk membeli dikenal istilah minat beli. Minat beli merupakan bagian dari<br />
proses menuju ke arah tindakan pembelian yang dilakukan oleh seorang konsumen.<br />
Hal ini merupakan bagian dari kajian perilaku konsumen. Perilaku konsumen dalam<br />
pandangan Winardi (1991: 141) dapat dirumuskan sebagai perilaku yang ditunjukkan<br />
oleh orang-orang dalam hal merencanakan, membeli dan menggunakan barang-barang<br />
ekonomi dan jasa-jasa. Dengan demikian perilaku konsumen terdiri dari<br />
aktivitas-aktivitas yang melibatkan orang-orang sewaktu sedang menyeleksi,<br />
membeli dan menggunakan produk-produk dan jasa-jasa, sedemikian rupa sehingga<br />
hal tersebut memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka.<br />
Minat beli dapat ditingkatkan dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain<br />
faktor psikis yang merupakan faktor pendorong yang berasal dari dalam diri<br />
konsumen yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan dan sikap, selain itu<br />
faktor sosial yang merupakan proses dimana perilaku seseorang dipengaruhi oleh<br />
keluarga, status sosial, dan kelompok acuan, kemudian pemberdayaan bauran<br />
pemasaran yang terdiri dari produk, harga, promosi dan juga distribusi. Perilaku<br />
konsumen pasca pembelian sangat penting bagi perusahaan. Perilaku konsumen dapat<br />
mempengaruhi ucapan-ucapan mereka kepada pihak lain tentang produk perusahaan.<br />
Bagi semua perusahaan, baik yang menjual produk maupun jasa, perilaku konsumen<br />
pasca pembelian, akan menentukan minat konsumen untuk membeli lagi produk/jasa<br />
perusahaan tersebut.<br />
Ada kemungkinan konsumen tidak akan membeli produk/jasa perusahaan lagi setelah<br />
merasakan ketidaksesuaian kualitas produk/jasa yang didapatkan dengan keinginan<br />
atau apa yang digambarkan sebelumnya.<br />
PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk. Merupakan salah satu<br />
perusahaan yang saat ini terus berupaya mempertahankan konsumen yang sudah ada<br />
dan berusaha memperoleh konsumen yang baru. Hal ini dikarenakan perusahaan<br />
merupakan salah satu perusahaan yang sudah cukup lama bergerak dalam bidang<br />
usaha yang ditekuninya, yaitu makanan dan minuman, sementara banyak pula<br />
perusahaan lain yang bergerak di bidang yang sama. PT Ultrajaya telah berdiri<br />
sejak tahun 1971, sehingga di bidang produksi makanan dan minuman dapat<br />
dikatakan bahwa PT Ultrajaya merupakan salah satu perusahaan pelopor.<br />
Di bidang makanan PT Ultrajaya memproduksi rupa-rupa mentega (butter), susu<br />
bubuk (powder milk), dan susu kental manis (sweetened condensed milk). Di bidang<br />
minuman PT Ultrajaya memproduksi minuman aseptik yang diproses dengan teknologi<br />
UHT (Ultra High Temperature) dan dikemas dalam kemasan karton seperti minuman<br />
susu, sari buah, the, minuman tradisional, dan minuman untuk kesehatan.<br />
Perusahaan juga memproduksi the celup (tea bags) dan konsentrat buah-buahan<br />
tropis (tropical fruit juice concentrate). Pada tahun 2003 perusahaan membukukan<br />
total penjualan bersih sebesar Rp 490,6 milyar yang berasal dari penjualan<br />
produk minuman sebesar Rp 354,1 milyar atau 72,2%, dan berasal dari penjualan<br />
produk makanan (mentega, susu bubuk, susu kental manis, dan lain-lain) sebesar<br />
Rp 136,5 milyar atau 27,8%. Dibandingkan dengan total penjualan bersih pada<br />
tahun 2002 sebesar Rp 408,8 milyar maka total penjualan bersih pada tahun 2003<br />
sebesar Rp 490,6 milyar ini menunjukkan kenaikan sebesar 20,0% atau Rp 81,8<br />
milyar. Kenaikan ini berasal dari penjualan produk minuman UHT (Ultra High<br />
Temperature) yang meningkat 11,4%, produk susu kental manis sebesar 14,3%,<br />
produk susu bubuk (tol packing) sebesar 68,7%, dan produk lainnya seperti tea<br />
bag, cone, dan lain-lain sebesar 180%, sedangkan produk mentega (butter)<br />
mengalami penurunan sebesar 12,8%.Jika dilihat dari data penjualan bersih PT<br />
Ultrajaya yang diuraikan di atas, dapat diketahui bahwa ada perkembangan yang<br />
cukup menggembirakan di bidang penjualan. Akan tetapi pihak manajemen PT<br />
Ultrajaya menyadari bahwa prestasi yang dicapai ini dapat menurun apabila PT<br />
Ultrajaya tidak dapat meningkatkan kepuasan konsumen terhadap produk-produknya.<br />
Di lain pihak adanya perusahaan pesaing yang berusaha merebut pangsa pasar yang<br />
telah ada, merupakan suatu ancaman yang tidak dapat diabaikan. Jika dikaitkan<br />
dengan teori perilaku konsumen, maka salah satu cara yang dapat ditempuh PT<br />
Ultrajaya untuk mempertahankan dan meningkatkan jumlah konsumennya, adalah<br />
dengan mempelajari alasan pembelian yang mereka lakukan terhadap produk PT<br />
Ultrajaya. Setelah mempelajari alasan pembelian tersebut, perusahaan dapat<br />
memanfaatkannya untuk menentukan strategi penjualan perusahaan.Minat konsumen<br />
untuk membeli kembali produk PT Ultrajaya dipengaruhi oleh sikap dan norma<br />
subyektif konsumen. Contoh sikap konsumen adalah adanya keyakinan terhadap<br />
kualitas produk PT Ultrajaya, sedangkan contoh norma subyektif adalah keyakinan<br />
konsumen untuk mengikuti referensi dari orang tua, adik/kakak, sahabat/rekan<br />
kerja, atau tetangganya. Perilaku lampau juga tidak kalah penting dalam<br />
mempengaruhi minat beli. Konsumen yang pernah mengkonsumsi produk PT Ultrajaya<br />
akan menjadikannya sebagai pengalaman dan akan menggunakan pengalamannya<br />
tersebut sebagai penentu keputusan pembelian ulang. Dalam hal ini jika konsumen<br />
mempunyai pengalaman yang baik berkaitan dengan produk PT Ultrajaya maka ia akan<br />
melakukan pembelian ulang terhadap produk perusahaan, akan tetapi jika konsumen<br />
mempunyai pengalaman yang buruk, maka ia tidak akan membeli kembali produk<br />
perusahaan. Sebagai contoh jika konsumen pernah mengalami keracunan ketika<br />
mengkonsumsi produk PT Ultrajaya, maka besar kemungkinan ia tidak akan membeli<br />
kembali produk dari PT Ultrajaya dimasa yang akan datang. Berkaitan dengan<br />
uraian di atas, penulis bermaksud mengetahui pengaruh sikap, norma subyektif dan<br />
perilaku lampau terhadap minat membeli kembali pada konsumen PT Ultrajaya yang<br />
pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku membeli konsumen. Hasil penelitian akan<br />
dituliskan dalam tesis berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat<br />
Beli dan Perilaku Konsumen (Studi Kasus pada PT Ultrajaya).<br />
<br />
1.2. Rumusan Masalah<br />
Berdasar latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan<br />
masalah sebagai berikut: Bagaimana pengaruh sikap, norma subyektif dan perilaku<br />
lampau terhadap minat konsumen untuk membeli kembali produk PT Ultrajaya dan<br />
pengaruh minat untuk membeli kembali terhadap perilaku membeli konsumen?<br />
<br />
1.3. Tujuan Penelitian<br />
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:1. Untuk mengetahui pengaruh sikap,<br />
norma subyektif dan perilaku lampau terhadap minat konsumen untuk membeli<br />
kembali produk PT Ultrajaya.2. Untuk mengetahui pengaruh minat untuk membeli<br />
kembali terhadap perilaku membeli konsumen.<br />
<br />
1.4. Manfaat Penelitian<br />
1. Bagi PT UltrajayaHasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang<br />
seberapa kuat sikap, norma subyektif dan perilaku lampau mempengaruhi minat<br />
konsumen untuk membeli kembali produk PT Ultrajaya dan seberapa kuat pengaruh<br />
minat konsumen untuk membeli kembali terhadap keputusan membeli konsumen.<br />
Informasi tersebut dapat dipergunakan untuk menentukan strategi yang harus<br />
ditempuh perusahaan untuk meningkatkan penjualannya.<br />
2. Bagi Universitas Gadjah Mada<br />
Hasil penelitian ini dapat menambah referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan<br />
khususnya mengenai perilaku konsumen.<br />
3. Bagi Peneliti<br />
Penelitian ini dapat digunakan untuk menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku<br />
kuliah di lapangan dan untuk mempertajam pengetahuan mengenai perilaku konsumen.<br />
4. Bagi Peneliti Lain<br />
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian<br />
mengenai aspek-aspek sejenis.<br />
<br />
1.5. Landasan Teori<br />
Ada asumsi bahwa aspek-aspek perilaku konsumen yang relevan dengan pengambilan<br />
keputusan manajerial dapat diprediksi secara tepat dan pernyataan-pernyataan<br />
responden dalam survei tentang bagaimana mereka berpikir dan berperasaan tentang<br />
perilaku seperti itu. Dimensi-dimensi pasar seperti kesukaan konsumen terhadap<br />
merek, pangsa merek, kemauan membeli ulang, sering diestimasi dengan<br />
teknik-teknik yang didasarkan pada asumsi tersebut. Ini dapat dilakukan<br />
khususnya dalam kasus tentang produk baru, baik yang masih dalam tahap<br />
pengembangan akhir sebelum dijual maupun yang sudah ada dalam tahap<br />
komersialisasi. Peramalan tentang perilaku atau pilihan konsumen dimasa<br />
mendatang dapat dilakukan berdasarkan apa yang telah mereka katakan tentang<br />
minat mereka untuk mengambil pilihan atau membeli. Meskipun ada beberapa versi<br />
tentang pendekatan ini yang bisa dipakai, semuanya berasal dari tinjauan bahwa<br />
ukuran-ukuran tentang “cognition” (berpikir) dan “affect” (berperasaan) itu<br />
dapat dikombinasikan ke dalam sebuah indeks minat membeli yang kemudian dapat<br />
memprediksi secara akurat pilihan-pilihan konsumen (biasanya untuk satu merek<br />
khusus dalam kelompok produk generik).<br />
Pengukuran seperti itu telah dibuktikan oleh Martin Fishbein (1967) dengan<br />
modelnya yang disebut Behavioral Intention Model. Kemudian model ini<br />
disempurnakan bersama-sama oleh Fishbein dan Ajzen (1975), Ajzen dan Fishbein<br />
(1980) dengan sebutan Theory of Reasoned Action.Theory of Reasoned Action atau<br />
dikenal juga dengan sebutan Reasoned Action Model merupakan model sikap yang<br />
membahas kaitan antara sikap, minat berperilaku, dan perilaku, di samping faktor<br />
lain seperti norma subyektif (Swastha, 1992: 40). Minat berperilaku merupakan<br />
fungsi evaluasi dari keseluruhan sikap terhadap perilaku ditambah keyakinan<br />
tentang pengharapan-pengharapan dari orang penting (relevan) lain terhadap<br />
perilaku seperti itu yang kemudian ditimbang dengan motivasinya untuk menuruti<br />
pengharapan-pengharapan tersebut (norma subyektif); dan minat berperilakunya<br />
akan menentukan perilakunya. Kombinasi antara kekuatan dan evaluasi tentang<br />
keyakinan penting seorang konsumen akan membentuk sikap dan perilakunya. Norma<br />
subyektif konsumen merupakan produk dari keyakinan konsumen bahwa orang penting<br />
lain berpendapat ia seyogyanya atau tidak seyogyanya melaksanakan perilaku plus<br />
motivasi konsumen untuk menuruti pegharapan-pengharapan sosial itu.<br />
Daya prediksi dari theory of reasoned action terlihat pada urusan sebab-akibat<br />
yang menggambarkan bahwa perilaku pembelian konsumen itu terprediksi dari minat<br />
membeli, yang terbentuk melalui suatu proses keputusan yang rasional dan<br />
terberitahu.Theory of reasoned action mampu memprediksi perilaku secara akurat,<br />
tetapi hanya dalam kondisi tertentu yang sangat spesifik. Dengan kata lain, segi<br />
yang paling signifikan dari model itu adalah sebagai alat prediksi untuk situasi<br />
yang sangat spesifik. Manfaat utamanya bagi para peneliti adalah kemungkinan<br />
bahwa ukuran-ukuran minat berperilaku akan memperkirakan pilihan-pilihan<br />
keperilakuan yang aktual di arena pasar; atau prediksi perilaku ditentukan oleh<br />
minat.Para peneliti menganggap bahwa korelasi yang kuat antara ukuran minat dan<br />
ukuran perilaku adalah sangat mungkin terjadi dan memang demikian terjadinya.<br />
Akan tetapi, seperti dinyatakan oleh Fishbein (1973), kondisi-kondisi dan<br />
persyaratan-persyaratan harus mendukung secara maksimal untuk menghasilkan<br />
korelasi yang tinggi sebelum ukuran-ukuran itu diperoleh.Dalam riset pemasaran,<br />
pengukuran minat berperilaku perlu dilakukan segera sebelum pengukuran perilaku<br />
dilakukan. Faktor-faktor lain yang turut campur dalam interval waktu yang pendek<br />
ini akan berakibat semakin lemahnya korelasi antara minat perilaku dengan<br />
perilaku. Lagi pula, minat berperilaku itu harus mengacu pada determinasi<br />
spesifik dari responden untuk melaksanakan tindakan atu perilaku yang spesifik,<br />
yang dibatasi secara jelas dalam suatu situasi tertentu. Jika terjadi<br />
perubahan-perubahan dalam norma subyektif dari konsumen tersebut, dan<br />
konsekuensi dari perubahan yang tidak diharapkan itu turut mempengaruhinya, maka<br />
derajad korelasi antara minat berperilaku dengan perilaku itu akan semakin lemah<br />
(Fishbein, 1973).JURNALhttp://www.blogger.com/profile/04712079167825155690noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3674542501729705517.post-17167552052628589052011-01-21T20:12:00.000-08:002011-01-21T20:12:46.490-08:00SELINGAN DALAM HIDUPSelingan dalam Hidup<br />
<br />
<br />
1. Jangan tertarik kepada seseorang karena parasnya, sebab keelokan paras dapat menyesatkan. Jangan pula tertarik kepada kekayaannya, karena kekayaan dapat musnah. Tertariklah kepada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum, karena hanya senyum yang dapat membuat hari-hari yang gelap menjadi cerah. Semoga kamu menemukan orang seperti itu.<br />
<br />
2. Ada saat-saat dalam hidup ketika kamu sangat<br />
merindukan seseorang, sehingga ingin hati menjemputnya<br />
dari alam mimpi dan memeluknya dalam<br />
alam nyata. Semoga kamu memimpikan orang seperti itu.<br />
<br />
3. Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan,<br />
pergilah ke tempat-tempat kamu ingin pergi, jadilah<br />
seperti yang kamu inginkan, karena<br />
kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan<br />
untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan.<br />
<br />
4. Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan yang cukup<br />
untuk membuatmu baik hati, cobaan yang cukup untuk<br />
membuatmu kuat, kesedihan yang cukup<br />
untuk membuatmu manusiawi, pengharapan yang cukup<br />
untuk membuatmu bahagia dan uang yang cukup untuk<br />
membeli hadiah-hadiah.<br />
<br />
5. Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang<br />
lain dibukakan. Tetapi acapkali kita terpaku terlalu<br />
lama pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat<br />
pintu lain yang dibukakan bagi kita.<br />
<br />
6. Sahabat terbaik adalah dia yang dapat duduk<br />
berayun-ayun di beranda bersamamu, tanpa mengucapkan<br />
sepatah katapun, dan kemudian<br />
kamu meninggalkannya dengan perasaan telah<br />
bercakap-cakap lama dengannya.<br />
<br />
7. Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang telah<br />
kita miliki sampai kita kehilangannya, tetapi sungguh<br />
benar pula bahwa kita tidak tahu apa yang belum pernah<br />
kita miliki sampai kita<br />
mendapatkannya.<br />
<br />
8. Pandanglah segala sesuatu dari kacamata orang lain.<br />
Apabila hal itu menyakitkan hatimu, sangat mungkin hal<br />
itu menyakitkan hati orang itu pula.<br />
<br />
9. Kata-kata yang diucapkan sembarangan dapat menyulut<br />
perselisihan. Kata-kata yang kejam dapat menghancurkan<br />
suatu kehidupan. Kata-kata yang diucapkan pada<br />
tempatnya dapat meredakan ketegangan. Kata-kata yang<br />
penuh cinta dapat menyembuhkan dan memberkahi.<br />
<br />
10. Awal dari cinta adalah membiarkan orang yang kita<br />
cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya<br />
menjadi gambaran yang kita inginkan. Jika tidak, kita<br />
hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kita<br />
temukan di dalam dia.<br />
<br />
11. Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu<br />
memiliki hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha<br />
menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir<br />
dalam hidupnya.<br />
<br />
12. Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dengan<br />
beberapa orang yang salah sebelum bertemu dengan orang<br />
yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima<br />
kasih atas karunia itu.<br />
<br />
13. Hanya diperlukan waktu semenit untuk menaksir<br />
seseorang, sejam untuk menyukai seseorang dan sehari<br />
untuk mencintai seseorang tetapi diperlukan waktu<br />
seumur hidup untuk melupakan seseorang.<br />
<br />
14. Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis,<br />
mereka yang disakiti hatinya, mereka yang mencari dan<br />
mereka yang mencoba. Karena hanya mereka itulah yang<br />
menghargai pentingnya orang-orang yang<br />
pernah hadir dalam hidup mereka.<br />
<br />
15. Cinta adalah jika kamu kehilangan rasa, gairah,<br />
romantika dan masih tetap peduli padanya.<br />
<br />
16. Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika<br />
kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu dan<br />
mendapati pada akhirnya bahwa tidak demikian adanya<br />
dan kamu harus melepaskannya.<br />
<br />
17. Cinta dimulai dengan sebuah senyuman, bertumbuh<br />
dengan sebuah ciuman dan berakhir dengan tetesan air<br />
mata.<br />
<br />
18. Cinta datang kepada mereka yang masih berharap<br />
sekalipun pernah dikecewakan, kepada mereka yang masih<br />
percaya sekalipun pernah dikhianati, kepada mereka<br />
yang masih mencintai sekalipun pernah<br />
disakiti hatinya.<br />
<br />
19. Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak<br />
mencintaimu, tetapi yang lebih menyakitkan adalah<br />
mencintai seseorang dan tidak pernah memiliki<br />
keberanian untuk mengutarakan cintamu<br />
kepadanya.<br />
<br />
20. Masa depan yang cerah selalu tergantung kepada<br />
masa lalu yang dilupakan, kamu tidak dapat hidup terus<br />
dengan baik jika kamu tidak melupakan kegagalan dan<br />
sakit hati di masa lalu.<br />
<br />
21. Jangan pernah mengucapkan selamat tinggal jika<br />
kamu masih mau mencoba, jangan pernah menyerah jika<br />
kamu masih merasa sanggup, jangan pernah mengatakan<br />
kamu tidak mencintainya lagi jika<br />
kamu masih tidak dapat melupakannya.<br />
<br />
22. Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang<br />
bukanlah jaminan dia akan membalas cintamu ! Jangan<br />
mengharapkan balasan cinta, tunggulah<br />
sampai cinta berkembang di hatinya, tetapi jika tidak,<br />
berbahagialah karena cinta tumbuh dihatimu.<br />
<br />
23. Ada hal-hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi<br />
tidak akan pernah kamu dengar dari orang yang kamu<br />
harapkan untuk mengatakannya. Namun demikian janganlah<br />
menulikan telinga untuk mendengar dari<br />
orang yang mengatakannya dengan sepenuh hati.<br />
<br />
24. Waktu kamu lahir, kamu menangis dan orang-orang di<br />
sekelilingmu tersenyum - jalanilah hidupmu sehingga<br />
pada waktu kamu meninggal, kamu tersenyum dan<br />
orang-orang di sekelilingmu menangis.JURNALhttp://www.blogger.com/profile/04712079167825155690noreply@blogger.com0